Friday, November 25, 2016

Berdalih Kesetaraan Gender, Dosen Wanita Liberal Ini Minta Masjid Dibuat Mirip Gereja





Dubai – Dosen wanita jurusan komunikasi asal Saudi di Zayed University Dubai, Dr. Najat Al-Sa’id, mengatakan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang belum modern. Oleh karena itu, menurut dia, proses modernisasi harus dimulai, dengan mereformasi ritual ibadah. Misalnya dengan mengubah tata letak masjid, yakni menyatukan ruang laki-laki dan perempuan, sehingga dapat beribadah secara bersama-sama.

“Tujuan utama yang harus kita kejar adalah untuk mencerahkan masyarakat dengan mempelajari Islam dari perspektif budaya yang menumbuhkan kesetaraan dan saling menghormati antara laki-laki dan perempuan, bukan memisahkan mereka seolah-olah mereka berasal dari dua planet yang berbeda,” ujarnya.

“(Untuk itu) Mari kita membuat masjid mirip dengan gereja!” imbuhnya.




Al-Sa’id menyebutkan bahwa di dalam Islam tidak ada larangan tentang mengubah tata letak masjid. Sebagaimana masjid di Mekkah yang sekitarnya dibangun gedung pencakar langit modern yang dinilainya mirip gedung pencakar langit di Manhattan, New York. Adapun terkait penyatuan ruang ibadah, ia berdalih dengan ritual ibadah haji dan umroh, yang pelaksanaannya bercampur antara laki-laki dan perempuan.


Al-Sa’id juga memerinci ide anehnya untuk membuat masjid yang mirip dengan gereja itu sedemikian rupa. “Sebuah masjid yang luas dengan tempat duduk di dalamnya untuk tempat membaca Al-Quran atau mendengarkan khotbah. Tempat duduk akan dibagi menjadi dua bagian, berdampingan, satu untuk pria dan yang lainnya untuk perempuan. Di ruang doa akan ada mimbar untuk pengkhotbah dengan pencahayaan yang redup, untuk menciptakan suasana spiritualitas dan ketenangan batin,” tuturnya.

Lebih lanjut, ia pun menuding bahwa kebanyakan Muslim menganggap wanita hanya berdasarkan orientasi seksual, jauh dari spiritualitas dan rasionalitas. Sehingga tidak memperbolehkan laki-laki dan perempuan membaur dalam satu ruang ibadah.

“Oleh karena itu, usulan saya untuk membangun masjid (dengan ruang laki-laki dan wanita menjadi satu) agar mereka saling bertemu dalam lingkungan spiritual secara teratur, yang akan meningkatkan hubungan antara jenis kelamin dan akan memiliki dampak budaya positif pada masyarakat secara keseluruhan. Membiasakan untuk duduk di kursi dengan tertib dan berdoa dengan suara lembut di bawah pencahayaan yang redup secara bertahap akan memperbaiki perilaku Muslim,” dalihnya.

Sementara itu, Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan menegaskan bahwa pemikiran-pemikiran semacam ini bertujuan untuk menggelincirkan manusia dari kebenaran. Padahal. para ulama telah menjelaskan hal itu dengan merujuk dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

“Mereka menyebarkan syubhat-syubhat yang mereka sangka bahwa pemikiran mereka ini mendukung propaganda seputar campur baur laki-laki dan perempuan. Seperti ucapan mereka, ‘Tidak ada dalilnya bahwa ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) itu dilarang. Tidak ada ulama yang berpendapat seperti ini sebelumnya.’ Begitu juga ucapan mereka bahwa ikhtilath itu ada juga di Masjidil Haram, saat Thawaf dan saat Sa’i,” ujar Anggota Persatuan Ulama Besar Arab Saudi itu seperti dikutip dari Alfawzan.net.

Maka jawabannya, kata Syaikh Fauzan, bahwa pendalilan tersebut tidak benar. Karena para wanita shalat di Masjidil Haram di tempat-tempat khusus untuk mereka sebagaimana yang telah disaksikan.

“Adapun ikhtilath yang terjadi pada saat Thawaf dan Sa’i, maka ini campur baur yang tidak bisa dihindari dikarenakan sesak dan penuhnya manusia (saat haji,red) dan tidak disengaja. Walaupun demikian maka wajib bagi kaum pria agar menjauhi berdesak-desakan dengan kaum wanita semampu mereka,” jelasnya.




Reporter: Ibas Fuadi
Sumber: Memri




Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

No comments:

Post a Comment