Shalat Jum’at di Jalanan, Bagaimana Hukumnya?
JAWAB: Alhamdulillah, disitat dari Konsultasi Syariah, mayoritas ulama (hanafiyah, syafiiyah, dan hambali) berpendapat, jumatan tidak harus dilakukan masjid. Jumatan boleh dilakukan di luar masjid, termasuk di jalanan. Hanya saja, Syafi’iyah mempersyaratkan, harus dilakukan di dalam kota atau di dalam kampung, yang kanan-kirinya ada bangunan. Dan tidak boleh dilakukan di tanah lapang di luar kampung, seperti shalat ‘id di lapangan.
Zainudin Al-Iraqi – ulama Syafiiyah – (w. 806 H) mengatakan,
مذهبنا [ أي : مذهب الشافعية ] : أن إقامة الجمعة لا تختص بالمسجد ، بل تقام في خِطة الأبنية ؛ فلو فعلوها في غير مسجد لم يُصلّ الداخل إلى ذلك الموضع في حالة الخطبة ، إذ ليست له تحية
“Madzhab kami (madzhab Syafiiyah), pelaksanaan shalat jumat tidak harus di masjid, namun bisa dilaksanakan di semua lokasi yang tertutup bangunan. Jika ada orang yang melakukan jumatan di selain masjid maka orang memasuki wilayah yang digunakan untuk shalat jumat itu ketika khutbah jumat telah dimulai, maka dia tidak disyariatkan shalat tahiyatul masjid, karena tempat itu bukan masjid yang disyariatkan untuk dilaksanakan tahiyatul masjid. (Tharh At-Tatsrib, 4/90).
Sementara dalam madzhab Hambali, jumatan bisa dilaksanakan di manapun, termasuk di lapangan sebagaimana shalat ‘id.
Al-Mardawi – ulama hambali – (w. 885 H) mengatakan,
قوله: ( ويجوز إقامتها في الأبنية المتفرقة , إذا شملها اسم واحد ، وفيما قارب البنيان من الصحراء ) وهو المذهب مطلقا . وعليه أكثر الأصحاب . وقطع به كثير منهم . وقيل : لا يجوز إقامتها إلا في الجامع
Keterangan penulis: “Boleh mengadakan jumatan di satu tempat yang terkepung beberapa bangunan, jika wiliyah jumatan itu masih satu tempat, boleh juga dilakukan di tanah lapang dekat bangunan pemukiman.” Inilah pendapat madzhab hambali, dan pendapat yang dipilih mayoritas ulama hambali. Ada juga yang mengatakan, ‘Tidak boleh mengadakan shalat jumat kecuali di masjid jami’.’ (Al-Inshaf, 4/23)
Ibnu Qudamah menjelaskan,
ولا يشترط لصحة الجمعة إقامتها في البنيان ، و يجوز إقامتها فيما قاربه من الصحراء ، و بهذا قال أبو حنيفة
Bukan termasuk syarat sah jumatan harus dilakukan di antara bangunan. Boleh juga dilaksanakan di tanah lapang yang dekat dengan bangunan. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah. (al-Mughni, 2/171)
Berbeda dengan madzhab Malikiyah. Mereka mempersyaratkan bahwa jumatan harus dilakukan di masjid jami’.
Dalam At-Taj wal Iklil – kitab madzhab Maliki – disebutkan beberapa pendapat ulama Malikiyah,
ابْنُ بَشِيرٍ : الْجَامِعُ مِنْ شُرُوطِ الْأَدَاءِ
Ibnu Basyir mengatakan, “Masjid jami’ merupakan syarat pelaksanaan shalat jumat.”
Ibnu Rusyd mengatakan,
ابْنُ رُشْدٍ : لَا يَصِحُّ أَنْ تُقَامَ الْجُمُعَةُ فِي غَيْرِ مَسْجِدٍ ( مَبْنِيٍّ ) الْبَاجِيُّ : مِنْ شُرُوطِ الْمَسْجِدِ الْبُنْيَانُ الْمَخْصُوصُ عَلَى صِفَةِ الْمَسَاجِدِ، فَإِنْ انْهَدَمَ سَقْفُهُ صَلَّوْا ظُهْرًا أَرْبَعًا
‘Tidak sah pelaksanaan shalat jumat di selain masjid (yang ada bangunannya).’ Sementara Al-Baji mengatakan, ‘Diantara syarat masjid adalah adanya bangunan khusus dengan model masjid. Jika atapnya hancur maka diganti shalat dzuhur 4 rakaat.’ (At-Taj wal Iklil, 2/237)
Dan pendapaat yang lebih mendekati dalam hal ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama. jumatan tidak harus dilakukan di masjid. Sehingga jumatan yang dilaksanakan di jalan, dikelilingi dengan gedung-gedung di sekitarnya, sah menurut pendapat mayoritas ulama. Wallahu a’lam. []
SERBA SERBI :
Shalat Jumat di jalan-jalan Kota Paris, Jumat.
Ribuan pemeluk Islam di Kota Paris terpaksa shalat di depan toko atau di tengah jalan karena kekurangan masjid.
No comments:
Post a Comment